kisah mualaf yang menginspirasi
Kisah
1
Nana (nama disamarkan) merupakan wanita paruh baya yang bercerita kepada
Wolipop mengenai kisah mualafnya. Nana mengaku masuk Islam ketika duduk di
bangku SMA. Wanita berdarah Tionghoa ini lahir dari orangtua yang beragama Kristen.
Namun kedua orangtuanya meninggal saat ia masih kecil karena kecelakaan. Nana
pun diasuh oleh adik kandung sang ibunda. Sebelum mualaf, anak bungsu dari tiga
bersaudara itu bercerita kalau ia tumbuh dalam keluarga yang kurang religius.
Maka dari itu, Nana tak pernah diajak beribadah oleh orangtua angkatnya. Meski
demikian, sesekali kakak kandung Nana mengajak ia beribadah ke gereja
bersama-sama. Kurangnya
pengetahuan agama membuat Nana merasa terombang-ambing. Sampai pada suatu saat
ia mulai mengenal Islam di sekolahnya karena memilih untuk tetap berada di
kelas saat pelajaran Agama Islam berlangsung. Nana mengatakan bahwa sekolahnya
mengizinkan untuk siswi yang bukan Islam keluar kelas ketika pelajaran agama.
"Nggak ada yang ngajarin agama di rumah, ibu angkat soalnya kejawen. Nah
waktu sekolah SMA itu di negeri, saat pelajaran Agama Islam, siswi yang bukan
Islam boleh keluar kelas. Tapi waktu itu saya nggak keluar karena malas ya.
Jadi ikutin pelajarannya dan ternyata kok ada ketertarikan dari hati. Besoknya
ketagihan, ikutin lagi pelajaran Agama Islam sampai hapal surat-surat pendek,
doa salat. Sejak mengikuti pelajaran Agama Islam, Nana mulai bimbang dengan
keyakinannya sendiri. Ia pun banyak berdiskusi dengan siswi lainnya yang
muslim. Nana mengaku sudah ingin mualaf tapi masih ada keraguan menyelimutinya
khawatir soal keluarga serta keyakinannya sendiri. Keraguan terus terselip di hati Nana
hingga kejadian mati lampu yang akhirnya membuat ia yakin untuk mualaf. Mungkin
terdengar aneh tapi itulah yang ia alami. Wanita asal Bekasi ini bercerita
kalau rumah ibu angkatnya memang terkenal angker. Karena itu, ia tidak pernah
berani sendirian di rumah. Namun suatu ketika, ada momen di mana ia 'terkurung'
sendirian di kamar tanpa ada siapa pun di sisinya saat mati lampu. "Jadi
salah satu rumah ibu saya memang agak seram. Dulu sempat dikontrakin tapi belum
selesai masa ngontraknya mereka sudah pindah. Katanya sering diganggu makanya
nggak betah. Saya juga nggak pernah berani sendirian di dalam rumah. Sampai
waktu itu, saya dan kakak-kakak sedang ngobrol di teras. Tapi saya masuk ke
dalam rumah sendirian pengen ke kamar. Eh tiba-tiba mati lampu, saya ketakutan
luar biasa sampai nggak berani keluar kamar," papar Nana. Dalam keadaan
takut sampai keringat dingin, Nana ingat kata-kata guru Agama Islam. Gurunya
mengajarkan kalau merasa takut akan sesuatu bacalah surat-surat pendek. Karena
ia sudah hapal surat Al-Fatihah, An-Nas, dan Al-Falaq, Nana mencoba
mempraktekkannya. Di situlah hatinya terketuk dan akhirnya memutuskan untuk
mualaf. "Guru Agama Islam juga bilang kalau kamu sedang ketakutan, bacalah
surat Al-Fatihah, An-Nas, dan Al-Falaq. Nah pas kejadian mati lampu di rumah,
kita lagi ngobrol-ngobrol di teras sama teman-teman cewek juga pada kumpul. Waktu
itu lagi masuk sendiri ke rumah terus mati lampu posisi saya di kamar. Saya
sangat ketakutan, nggak berani keluar ingat kadang lemari di depan suka kebuka
sendiri pintunya kalau ada yang sendirian. Terus saya ingat kata guru kalau
takut suruh baca tiga surat itu, cobalah dibaca, siapa tahu berpengaruh.
Setelah baca, mendadak ketakutan hilang, merasa ada yang jagain. Baru berani
keluar kamar dan merasa kayak lagi nggak mati lampu saja, tenang. Akhirnya saya
putusan besoknya pas masuk sekolah saya bilang 'Pak, saya mau masuk Islam'. Di
depan kelas saya disuruh baca dua kalimat syahadat," cerita wanita yang
kini bekerja di salah satu bank swasta kawasan Bekasi itu. Setelah memutuskan
untuk meminta bimbingan gurunya menjadi mualaf, Nana pun mengaku kepada orangtua
angkatnya. Ia mengatakan kalau orangtuanya tidak keberatan akan hal tersebut.
Begitu pula dengan kedua kakak kandungnya yang menyerahkan semua keputusan
kepada Nana. Ia merasa lega hingga saat ini dan mengaku tak pernah menyesal
setelah memutuskan mualaf.
Kisah
2
Budak wanita yang tinggal di masjid
ini senantiasa mendatangi Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar sembari
menyenandungkan bait syair yang amat membekas dalam jiwanya,
Peristiwa kerudung itu salah satu
keajaiban Tuhan kami
ketahuilah, Dia selamatkanku dari
negeri kafir
Ummul mukminin ‘Aisyah pun bertanya, “Mengapa engkau
selalu membaca syair tersebut setiap kali hendak duduk bersamaku?”
Tersebutlah seorang bocah perempuan
yang mengenakan kerudung merah berhiaskan mutiara. Tatkala berjalan ke sana ke
mari, ada seekor burung yang terbang merendah, lalu merenggut kerudung itu dari
si gadis.
Tak lama kemudian, keluarga si gadis
kecil yang berasal dari para pembesar pun melakukan pencarian. Oleh para
pembesar, budak wanita pelantun syair itulah yang dituduh. Sebab hanya seorang
budak, wanita ini dituduh mencuri kerudung berhiaskan mutiara milik si bocah
perempuan.
“Mereka menuduhku, lalu menggeledahku.
Sampai-sampai, mereka hendak memeriksa bagian kemaluanku.” tutur budak wanita
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Kitab ash-Shalah.
Saat itulah timbul keajaiban. “Demi
Allah,” tutur budak wanita, “ketika berada dalam kesulitan itu, tiba-tiba
burung itu melintas, lalu menjatuhkan kerudung tersebut di tengah-tengah
mereka.”
Seketika itu juga, si budak wanita
berseru penuh bahagia, “Itukah kerudung yang kalian tuduhkan bahwa aku yang
mencurinya? Aku tidak bersalah. Itulah kerudung yang kalian cari!”
Setelah mengalami kejadian yang
benar-benar di luar logikanya itu, si budak wanita memutuskan diri masuk ke
dalam Islam yang mulia. Nuraninya bekerja, otaknya berpikir, tubuhnya tergerak.
Ia sadar, tak ada yang mampu menolongnya untuk keluar dari persoalan pelik yang
bisa mengancam kehormatannya selain karena pertolongan dari Allah Ta’ala.
Akhirnya, si budak wanita yang sudah
berislam ini mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mendirikan kemah
di sekitar masjid. Ia bersama Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar dan
senantiasa mengumandangkan syair sebagai wujud terima kasihnya kepada Allah
Ta’ala karena pertolongan-Nya.
Kisah
3
Maurice merupakan salah satu dokter bedah di Perancis.
Ia masuk Islam setelah membaca beberapa ayat al-Qur’an. Sedangkan Cousteau yang
merupakan pakar ilmu kelautan internasional masuk Islam belakangan setelah
terlibat adu argumen dengan Maurice.
Cousteaue mengatakan, “Saya telah menemukan sebuah
fenomena menakjubkan setelah melakukan penelitian secara serius dalam waktu
yang amat lama. Bahwa air laut dan air sungai tidak bisa bercampur pada suatu
posisi di lautan. Terdapat dinding yang menghalangi percampuran kedua jenis air
tersebut.”
Maurice yang sudah masuk Islam dan banyak membaca
ayat-ayat al-Qur’an pun menimpali, “Fenomena yang kamu sebut sebagai hasil
penelitian ilmiah itu telah lama ditegaskan oleh Rabb semesta alam melalui
al-Qur’an yang dibawa oleh Muhammad beberapa abad yang lalu.”
Maurice pun membacakan surat ar-Rahman [55]
ayat 19-20,
“Dia (Allah) membiarkan dua lautan mengalir yang
keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya terdapat batas yang tidak bisa
dilampaui masing-masing.”
Setelah mendengarkan penjelasan Maurice Bucail dengan
saksama, Cousteau pun membaca dua kalimat syahadat. Dia resmi menjadi seorang
muslim.
Kisah 4
Kisah ini terjadi pada seorang dokter
yang beragama kristen. Saat itu, perawat lupa menandai dua bayi yang lahir
bersamaan dengan nama ibunya. Dokter Kristen itu pun minta bantuan
temannya seorang dokter Muslim untuk memutuskan kepemilikan dua bayi itu.
Bayi yang satu berkelamin laki-laki
dan yang lainnya perempuan. Dokter Kristen berkata pada temannya, bukankah
agama Islam yang dibanggakan teman Muslimnya selalu punya solusi atas segala
masalah. Dokter Muslim ini pun berjanji menyelesaikan masalah itu.
Setelah memohon petunjuk Allah, ia
mengukur kandungan Air Susu Ibu (ASI) dari setiap ibu. Selepas penelitian, ia
berkata pada temannya bahwa ia telah mengetahui siapakah ibu dari setiap bayi.
Setelah mengadakan tes DNA, maka terbuktilah kebenaran dari solusi itu.
Dengan
takjub dokter Kristen tersebut bertanya kepada teman Muslimnya bagaimana dia
bisa melakukan hal itu. Dokter Muslim menjelaskan bahwa dalam Alquran
disebutkan “Bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak
perempuan” (Annisa: 11).
Ia mendapati salah satu ibu memiliki
ASI yang kandungan vitamin, kalsium dan mineral lainnya dua kali lipat dari ibu
lainnya. Maka tidak diragukan lagi bayi laki-lakilah yang dilahirkan sang ib
Kisah 5
Seorang
wanita paruh baya di Inggris mendapatkan hidayah Islam lewat celana dalam.
Ia adalah petugas laundry sebuah
asrama mahasiswa. Awalnya ia tidak memperhatikan pakaian kotor yang ia cuci.
Namun karena telah menjadi rutinitasnya, ia akhirnya menyadari bahwa sekelompok
pakaian dalam yang kotor itu tidak berbau dan cukup bersih.
Sementara tumpukkan pakaian dalam
lainnya kotor dan bau. Karena rasa penasaran ia bertanya kepada mahasiswa yang
menyetorkan “CD-CD” tanpa bau tersebut, mengapa pakaian dalam mereka
tidak berbau dan bersih meskipun sudah waktunya dicuci.
“Kami Muslim. Agama kami mengajarkan
untuk bersuci menggunakan air sampai bersih sehabis buang air kecil maupun
buang air besar,” jawab mahasiswa Timur Tengah tersebut.
Mendengar ini, wanita itu sangat kagum
dengan ajaran bersuci setelah buang hajat. “Kalau sebuah agama mengajarkan
pemeluknya tentang hal-hal yang kecil maka pastilah masalah-masalah besar
kehidupan pun ada panduannya,” pikir wanita paruh baya tersebut takjub. Setelah
mempelajari Islam beberapa waktu, ia dengan penuh keyakinan menyatakan keislamannya.
Kisah 6
Kisah ini tentang seorang ahli Biologi
asal Jepang. Ia melakukan banyak riset pada berbagai macam tumbuhan. Cerita
keislamannya bermula saat ia meneliti suatu protein bernama methalonids.
Protein ini keluar dari otak manusia dan hewan dalam jumlah yang sangat
sedikit.
Methalonids ini penting bagi tubuh
untuk menurunkan kolesterol, menguatkan fungsi jantung dan memperkuat sistem
pernafasan. Karena sedikitnya jumlah protein ini dalam tubuh, ahli riset Jepang
ini mencari alternatif sumber methalonids. Kemudian ia menemukan bahwa
hanya buah tin dan buah zaitunlah yang mengandung protein berharga ini.
Dalam risetnya ia mendapati apabila
buah tin saja yang dikonsumsi maka hasilnya tidak maksimal, berlaku pula
sebaliknya. Lalu, dicobalah oleh ahli riset ini mengkonsumsi satu buah tin dan
satu buah zaitun, hasilnya bagus. Sampai suatu saat ia menemukan formulasi
terbaik yaitu mengkonsumsi satu buah tin dan enam buah zaitun, dan hasilnya
amat menakjubkan, penyakit sembuh sempurna.
Berdasarkan temuan
formulasi 1 buah tin dan 6 buah zaitun ini, ia memberitahu seorang dokter
Saudi Arabia. Lalu, dokter ini meneliti penggunaan kata tin dan zaitun dalam
Alquran. Hasil
dari penelitiannya menunjukkan sesuatu yang luar biasa, ternyata dalam Alquran,
tin disebutkan satu kali dan zaitun disebutkan enam kali salah satunya secara
tersirat.
Dokter Saudi sungguh
takjub atas temuannya ini. Ia mengabarkan hal ini kepada ahli riset Jepang
tersebut. Ahli riset Jepang ini sangat kagum atas hasil penelitian ayat
Alquran. Ia berpendapat tidak mungkin sebuah kitab suci dapat menampilkan suatu
informasi masa depan yang akurat kalau ia dibuat oleh manusia. Maka pastilah
kitab suci Alquran ini dibuat oleh Tuhan Yang Mahahebat. Atas hasil penelitian
ini, maka tidak ragu ia menyatakan diri sebagai muslim.
Kisah 7
Yvone Ridley, seorang wartawati
Inggris, sempat bertugas di Afganistan. Ia ditangkap di sebelah timur kota
Jalalabad dan diinterogasi oleh pasukan Taliban yang oleh media AS disebut
kelompok Islam garis keras bahkan disebut teroris.
Yvone Ridley ditangkap dan
diinterogasi selama 10 hari dan dimasukkan ke dalam penjara yang terpisah.
Meskipun ia bersikap kasar, menunjukkan sikap benci dan menolak makan, tetapi
pasukan Taliban selalu memperlakukannya dengan baik, tidak menyakiti fisik,
tidak mengancam apalagi melecehkan. Sebenarnya dalam penangkapannya, Ridley
heran dengan perbedaan sikap Taliban yang ia terima selama ditawan dengan yang
dituduhkan media Barat.
Saat dipenjara, ia pernah didatangi
seorang ulama dan berdialog tentang agama, lalu ia berjanji pada sang ulama
untuk mempelajari Islam setelah dilepaskan. Selama penangkapannya, Ridley
berkesimpulan bahwa Taliban adalah sebuah keluarga terbaik di dunia.
Menurutnya mereka adalah orang-orang
baik, ramah dan santun yang begitu tinggi kecintaannya pada Islam. Begitu
kembali ke Inggris, Ridley membaca terjemahan Alquran, ia mencoba memahami
pengalaman penangkapan yang baru saja ia lewati melalui bacaannya.
Hatinya luluh lantak, terharu dengan
apa yang ia baca. Lalu Ridley pun bersyahadat pada tahun 2003. Ridley dengan
bangga menyatakan bahwa dirinya saat ini telah bergabung dengan keluarga besar
terbaik di dunia, Taliban.
Kisah 8
Pastor Woll Frost, namanya. Pemuka gereja di Angola itu memegang sebuah
mushaf dan menghadap jema’atnya. Ia kemudian melemparkan mushaf itu ke lantai
dan menyiramnya dengan bensin. Orang-orang memperhatikannya dengan serius, saat
Woll Frost menyalakan korek api. Namun entah bagaimana, tiba-tiba tangannya
tersulut api dari korek itu. Mungkin tadi tangan itu terciprat bensin saat
menyiram mushaf. Tangannya pun terbakar. Sedangkan mushaf tidak jadi dibakar.
Tersentuh api pun tidak.
Menyaksikan peristiwa itu, para jema’at tercengang keheranan. Tetapi
yang lebih heran adalah Woll Frost sendiri. Ia memikirkan peristiwa itu, dan
mulai menyadari betapa ajaibnya Al Qur’an. Ia yang ingin membakar Al Qur’an,
justru tangannya sendiri yang terbakar. Ia yang ingin menghina dan memalukan
kitab suci umat Islam, malah ia sendiri yang dipermalukan.
Woll Frost memikirkan peristiwa itu, keajaiban itu, dan mulai menyadari
bahwa ia baru saja diselamatkan dari hal paling gila yang akan dilakukannya.
Selama ini kebencian membuatnya tertutupi dari kebenaran Al Qur’an. Selama ini
kebencian membuatnya gelap memandang kitab suci yang mulai diakuinya penuh
keajaiban. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia kini menyadari bahwa Al
Qur’an adalah kebenaran. Woll Frost pun kemudian mengikrarkan diri masuk Islam.
Membaca syahadat.
Masuk Islamnya Woll Frost membuat lingkungannya gempar. Betapa tidak. Ia
yang dulunya paling gencar memusuhi Al Qur’an, kini menjadi pengikutnya. Ia
yang dulunya paling membenci Al Qur’an, kini mengakui kebenarannya. Ia yang
dulu berniat membakar Al Qur’an, kini malah tunduk kepadaNya. Ia masuk Islam,
menjadi mualaf, mengakui Al Qur’an sebagai wahyu Ilahi dan kitab suci.
Tak lama setelah keislaman Woll Frost, pemimpin gereka Angola Yaqoub
Musa pun menyatakan masuk Islam. Keislaman keduanya diikuti oleh masuk Islamnya
sekitar 200 orang lainnya.
Selain memimpin gereja, Yaqoub Musa adalah Sekretaris Jenderal Lembaga
Misionaris di Angola. Ia memangku jabatan itu kurang lebih selama 22 tahun.
Begitu masuk Islam, ia kemudian mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Ketika pemimpin redaksi harian Tartiim mewawancarainya, Yaqoub Musa
mengatakan bahwa saat ini (sewaktu buku Ajaa’ib
Al Qashash ditulis) ia
menghabiskan waktunya untuk menyebarkan Islam di Nigeria.
Kisah 9
Dalam mimpi itu, Jeffrey bersimpuh
menghadap Tuhan. Caranya, ia berdiri, kemudian membungkuk, berdiri lagi, kepala
menyentuh lantai, hingga duduk di atas tumit. Ia melakukannya di sebuah ruang
yang hening, tanpa meja tanpa kursi. Hanya ada karpet dan dinding yang berwarna
putih keabuan. Selain Jeffrey, di ruangan itu juga banyak laki-laki membentuk
beberapa barisan. Jeffrey berada di barisan ketiga. Sedangkan di depan mereka,
ada seorang laki-laki yang duduk sendiri, tak ada orang lain di sampingnya. Ia
tampak memimpin ‘ritual’ itu. Jeffrey tak bisa melihat wajahnya, tapi Jeffrey
ingat betul di atas kepala pria itu ada kain putih dengan motif berwarna merah.
Tidak sekali itu saja Jeffrey bermimpi begitu. Berkali-kali, selama 10 tahun
menjadi atheis, Jeffrey bermimpi yang sama. Namun, ia mengabaikannya begitu
saja dan memenangkan nalar ‘ilmiah’-nya. Jeffrey Lang lahir dan besar dalam
keluarga Katolik. Namun sejak kecil, ia telah menjadi anak yang kritis. “Ayah,
apakah surga itu benar-benar ada?” tanyanya saat masih menjadi bocah. Saat ia
memasuki usia remaja, pertanyaannya semakin banyak dan kritis. Namun pendeta
dan orang-orang seagama yang ditemuinya tidak mampu memberikan jawaban yang
memuaskan. Ketia ia berusia 18 tahun, Jeffrey merasa logika mengenai Tuhan
menemui jalan buntu. Karenanya ia kemudian memilih menjadi atheis menjelang
kelulusannya dari sekolah Notre Dam Boys High. Dua puluh tahun berlalu sejak
mimpi pertamanya bersimpun menghadap Tuhan. Jeffrey menjadi dosen di University
of San Fransisco. Di Universitas itu, Jeffery bertemu dengan Ghassan, pemuda
muslim yang menjadi mahasiswanya. Keduanya menjadi sering berdiskusi. Semula
tentang pelajaran, kemudian Jeffrey juga mengenal keluarga mahasiswanya
tersebut. Suatu hari, Jeffrey diberi hadiah sebuah mushaf Al Qur’an terjemah.
Di situlah titik hidayah itu dimulai. Jeffrey akhirnya membaca Al Qur’an itu.
Halaman demi halaman. Ia merasa tertantang.
“Sejak awal, buku ini menantang
diriku,” kata Jeffrey mengenang saat-saat itu. Agaknya ia membaca ayat kedua
surat Al Baqarah: “Inilah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk
bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Jeffrey terus membaca Al Qur’an. Ia
merasa setiap kali ia membantah ayat-ayat yang dibacanya, ayat berikutnya
menjadi jawaban atas bantahannya tersebut. “Seolah Penulis kitab itu membaca
pikiranku,” kenangnya. Jeffrey mulai sadar bahwa kitab di depannya itu
melampaui pikirannya. Ia sadar kitab di depannya itu telah mengisi kekosongan
jiwa yang selama ini ia rasakan. Kitab itu bukan hanya menjawab
pertanyaan-pertanyaannya tentang Tuhan dan alam semesta, tetapi juga membawa
kedamaian bagi jiwanya. Hidayah mulai masuk ke dalam hatinya.
Dan hidayah itu semakin terang,
tatkala ia melihat sebuah pemandangan di basement gereja Universitas. Sejumlah
kecil mahasiswa muslim sedang beribadah. Karena kesulitan tempat, mereka
menggunakan basement itu.
Jeffrey melihat mereka berbaris rapi.
Berdiri bersama, menunduk bersama, lalu berdiri lagi, kemudian bersujud, dan
duduk bersimpuh di atas tumit. Jeffrey ingat sesuatu. Terlebih setelah ia
melihat di depan mereka ada seseorang yang memimpin mereka beribadah, memakai
penutup kepala putih dengan motif berwarna merah. Rupanya itu Ghassan. “Ini
mimpiku!” teriak Jeffrey dalam hati. Ya, pemandangan itu persis seperti
mimpinya yang berulang beberapa kali beberapa tahun silam.
Kisah 10
Dua muslimah dan satu anaknya ini
tengah makan siang di sebuah restoran di Jerman. Satu muslimah asal Indonesia,
sedangkan yang lainnya adalah muslimah Turki yang menyertakan anaknya. Keduanya
menikmati sajian roti di restauran itu sembari berdiskusi kecil tentang Islam
dan aneka kisah kehidupan keduanya.
Berselang lama, datanglah dua orang
laki-laki dewasa khas berandalan Eropa. Rambut awut-awutan, logat bahasa kasar
dan sorot mata yang bengis. Kedua laki-laki itu, duduk di jarak lima meter dari
tempat muslimah yang sedari tadi asik dengan makanan dan obrolan ringannya.
Mulanya, kedua muslimah itu tak hiraukan kedua preman tersebut. Lagipula,
keduanya memang tak miliki urusan apa pun. Namun, sebuah dialog antara kedua
preman itu memancing emosi salah satu muslimah nan baik hati ini. Terdengar
jelas, salah satu diantara mereka berkata, “Kau tahu mengapa bentuk roti di
negeri kita mirip dengan lambang salah satu negara Islam itu?” Yang ditanya
menggeleng, tanpa kalimat. Ia yang bertanya pun menjawabnya sendiri,
menerangkan, “Karena kita membenci negara itu. Jadi, ketika kau melahapnya,
bayangkanlah bahwa kau juga melahap negeri itu,” ungkapnya diiriingi tawa
melecehkan. Merasa dihina, muslimah asal Indonesia langsung mengambil posisi
berdiri, hendak membalas hinaan manusia tak berdab itu. Namun, oleh saudari
muslimah asal Turki itu, ia dicegah. Dengan lembut, ia menerangkan, “Aku punya
cara yang lebih baik untuk membalas hinaan itu.” Tak lama kemudian, kedua
muslimah itu selesai makan. Ketika mendatangi kasir untuk membayar tagihan,
muslimah Turki itu berkata kepada petugas yang melayaninya, “Tolong sekalian
dihitung jumlah tagihan dua orang di sebelah sana,” pintanya sembari menunjuk
ke arah dua preman itu.
Melihat keanehan ini, sobatnya asal
Indonesia bertanya keheranan. Namun, ia yang ditanya hanya menjawab santai,
“kelak, kau akan tahu tujuanku.” Keduanya pun berlalu setelah menitipkan
secarik kertas kepada kasir untuk disampaikan kepada kedua preman yang
ditraktirnya itu.
Setelah selesai dengan makan dan
obrolannya, kedua preman itu pun beranjak menuju kasir. Sesampainya di sana,
air mukanya nampak kebingungan sebab tagihannya sudah dilunasi oleh seeorang
yang sama sekali tak dikenalnya.
Sebelum keduanya beranjak, kasir
menyampaikan titipan kertas untuk mereka. Di dalam kertas itu tertulis nama,
agama dan alamat email serta ucapan selamat makan.
Dengan terbelalak, timbullah rasa malu
di wajah kedua preman itu. Pasalnya, baru saja mereka menghina negara Islam
tempat muslimah baik hati itu berasal.
Berselang bulan, terdapatlah pesan di
akun email sang muslimah. Tertulis di sana, “Terimakasih. Maafkan atas
kelancanganku. Kini, karena hidayah Allah melalui kebaikanmu, aku telah menjadi
muslim.”
Kisah 11
Usianya masih 21 tahun saat dia memutuskan untuk menjadi
seorang mualaf. Usia yang relatif muda bagi seorang perempuan yang berani
mengambil keputusan untuk pindah agama. Dia adalah Theresa Corbin. Seorang
feminis yang berasal dari Baton Rouge, Louisiana.
Kepada CNN dalam sebuah artikel, Corbin
menceritakan kisahnya saat memutuskan menjadi seorang mualaf dan perjalanan
hidupnya sebagai seorang muslimah. Corbin menjadi Mualaf pada November 2001,
atau dua bulan setelah tragedi runtuhnya Gedung World Trade Center pada 9
September 2001.
Menurut dia, saat itu adalah waktu yang buruk untuk
menjadi seorang Muslim. Namun, setelah empat tahun mempelajari Islam, dia
memutuskan untuk mengambil risiko. Corbin merupakan perempuan yang dilahirkan
dari keluarga Katolik dan ateis.
Perjalanannya menuju Islam dimulai saat dia berusia
sekitar 15 tahun. Saat itu, dia memiliki pertanyaan mengenai iman yang
diyakininya. Dia mulai menanyakan mengenai hal tersebut kepada guru dan
pendeta-pendeta, tetapi jawaban dari mereka tidak memuaskan Corbin.
Setelah bertanya tentang segala sesuatu yang telah dia
pelajari untuk menjadi sebuah kebenaran, serta menggali melalui retorika,
sejarah, dan dogma, Corbin menemukan sesuatu hal yang berbeda tentang Islam.
Dia belajar bahwa Islam bukanlah budaya atau sekte yang sesat. Islam juga tidak
dapat disebut mewakili satu bagian dari dunia, tetapi seluruh dunia.
"Saya menyadari Islam adalah agama dunia yang
mengajarkan toleransi, keadilan, dan kehormatan serta memperkenalkan kesabaran,
kerendahan hati, dan keseimbangan," ucap Corbin.
Ketika dia mempelajari tentang keimanan di Islam, dia
sangat senang karena menemukan fakta bahwa Islam mengajarkan pemeluknya untuk
menghormati semua nabi, termasuk dari Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad.
Islam mengajarkan manusia untuk menyembah satu Tuhan dan bertingkah laku dengan
tujuan menjadi manusia yang lebih baik.
Corbin sangat tertarik dengan Islam setelah mendengar
seruan tentang kecerdasan dan sikap berbesar hati yang disabdakan oleh Nabi
Muhammad. Seruan itu berbunyi, "Pengetahuan adalah wajib bagi setiap
Muslim, baik laki-laki atau perempuan."
Dia terkejut tentang ilmu pengetahuan dan rasionalitas
yang dimiliki oleh pemikir-pemikir Muslim, seperti Al-Khawarizmi yang menemukan
aljabar, Ibnu Firnas yang mengembangkan mekanisme penerbangan sebelum Leonardo
da Vinci, dan Abu al-Qasim al-Zahrawi, yang merupakan ayah dari operasi modern.
"Di sini (Islam), agamalah yang memberitahu saya
untuk mencari jawaban dan menggunakan kecerdasan saya untuk mempertanyakan
dunia di sekitar saya,"
Kisah 12
Michael Wolfe adalah seorang penulis sekaligus mualaf
yang menceritakan banyak hal soal ibadah haji. Dia bisa memaparkan dengan rinci
segala hal terkait penyelenggaraan ibadah haji.Salah satu bukunya bahkan
menceritakan perjalanan pertamanya sebagai mualaf saat menjalankan ibadah
haji.Penulis buku berjudul " One Thousand Roads to Mecca : Ten Centuries
of Travelers Writing About the Muslim Pilgrimage" ini juga seorang
produser, cendekiawan dan pembuat film dokumenter soal haji untuk jaringan
televisi CNN.
Perkenalan pria yang lahir 3 April 1945 ini terhadap
Islam bermula pada akhir tahun 70-an. Saat itu Wolfe sudah menjadi penulis yang
ingin mencari pencerahan dalam hidupnya. Dia berusaha untuk melembutkan
perasaan sinis dalam hatinya kala melihat kondisi lingkungan sekitarnya.Lahir
dari dua keluarga beda agama, Yahudi dan Kristen, Wolfe merasa sedikit tertekan
saat membicarakan masalah agama dan kebebasan.
Hingga pada suatu hari dia menemukan kejadian yang
membuatnya terkesan. Saat itu dia sedang terbang ke Brussels, Belgia.Setelah
menghabiskan makan malam, Wolfe pergi ke kamar kecil. Di saat yang sama,
sekelompok muslim tengah melaksanakan salat di kursi masing-masing.Ketika
keluar dari kamar kecil, dia terkesima dengan peristiwa tersebut. Wolfe terus
mengamati ibadah yang dilakukan orang-orang Islam di atas pesawat itu. Dia baru
menyadari, di manapun dan kapanpun orang-orang Islam yang beriman selalu
menjalankan ibadahnya.
" Mereka memegang buku sebesar telapak tangan,
sambil terus melakukan gerakan tertentu. Setelah itu mereka meletakkan buku itu
di dada mereka seolah itu buku yang suci," ungkap Wolfe.Kejadian itu membuat
Wolfe ingin mengenal Islam lebih dalam. Selama ini, Wolfe memang mencari agama
yang tidak hanya bersifat ritual atau pemujaan.
Agama yang tidak hanya untuk menyenangkan
pemuka-pemukanya saja dan tidak ada pemisahan antara dunia dan alam akhirat. Wolfe
ingin agama yang tidak ada keraguan di dalamnya.Wolfe kemudian memutuskan pergi
ke Afrika Utara, tepatnya ke Maroko. Dia memilih negara ini karena muslimnya
taat dan kondisinya lebih stabil.
Wolfe sudah dua kali ke Maroko, yakni tahun 1981 dan
1985. Dia merasa di Benua Afrika lah dia menemukan keseimbangan dalam hidup
melalui Islam.Di Maroko dia bergaul dengan banyak suku, etnis dan agama,
termasuk dengan golongan keturunan Arab dan Afrika yang beragama Islam. Di
sinilah Wolfe berinteraksi secara mendalam dengan muslim.
Menurut Wolfe, orang-orang Islam di sana menyambutnya
dengan hangat. Mereka sopan, penuh toleransi dan suasana yang diciptakan terasa
akrab.Wolfe menghabiskan waktu tiga tahun di sana. Semakin dalam Wolfe
mempelajari Islam semakin dia menemukan apa yang selama ini dicarinya. Hatinya
mulai takjub dan terkesima dengan Islam. Michael Wolfe akhirnya memutuskan
menjadi muslim.Sebagai penulis dan pembuat film, Wolfe berdakwah melalui
buku-buku dan film dokumenter yang dibuatnya.
Namun keputusan Wolfe disayangkan para koleganya yang
terdiri dari kalangan intelektual Barat. Menurut mereka, Wolfe salah memilih
Islam yang selalu dikaitkan dengan kekerasan dan masyarakat terbelakang.
Namun pria yang kemudian berganti nama menjadi Michael
Abdul Majeed Wolfe ini tidak goyah. Dia bahkan memprediksi Islam akan menjadi
agama mayoritas di Eropa Barat dalam kurun waktu 30 tahun ke depan.
Kisah 13
Daniel Streich merupakan anggota Partai
Rakyat Swiss yang dikenal taat akan ajaran agamanya, yakni Kristen. Daniel
memang lahir dan tumbuh dari keluarga Kristiani. Sejak kecil ia bercita-cita
menjadi pastor dan kebenciannya terhadap Islam.
Beranjak dewasa, semangat menyingkirkan Islam
semakin menjadi-jadi. Bahkan ia sampai rela mempelajari Al Qur’an untuk
memusnahkan agama Islam dari negaranya.
Namun semakin lama ia mempelajari Al Qur’an,
semakin larut pula ia tenggelam dalam keindahan Islam. Daniel merasa ada
perbedaan dari sebelum mempelajari Islam dan setelahnya. Beberapa bulan
kemudian ia justru memutuskan menjadi mualaf.
“Banyak perbedaan yang sata dapatkan ketika
mempelajari Islam. Agama ini memberikan jawaban login dari pertanyaan yang
tidak bisa saya temukan dari agama sebelumnya,” kata Daniel Streich.
Kisah 14
Gisella Yurike merupakan seorang pegawai
swasta di Jakarta yang tinggal di tempat kos. Sebelum memeluk Islam, Gisella
merupakan seorang Katholik yang jarang menjalankan kewajibannya. Ia mengaku
saat itu seperti orang yang sedang terombang-ambing di lautan tanpa adanya
pegangan yang kuat.
Sampai suatu hari dirinya melihat teman satu
kosnya sedang menunaikan ibadah sholat. Saat itu juga perempuan berusia 24
tahun ini berpikir sejenak tentang sisi religinya.
“Saya berpikir, umat muslim saja untuk bertemu
dengan Tuhan-Nya harus dalam keadaan suci, bahkan wanita haid dilarang memegang
Al Qur’an. Dari situlah titik balik saya,” terang Gisella dikutip dari
merdeka.com.
Setelah memikirkan matang-matang, Gisella
memutuskan untuk masuk Islam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Ia terus
menyembunyikan agama barunya tersebut selama 10 bulan lamanya. Barulah setelah
mendapat petunjukan dari Allah, Gisella berterus terang kepada kedua orang
tuanya tentang statusnya sebagai mualaf.
Kisah 15
Kisah menarik lainnya dialami wanita
Tionghoa yang berada di Malaysia. Lim Cia Cia merupakan mahasiswa jurusan
kedokteran Universitas Pertahanan Nasional Malaysia. Sebelumnya ia bukanlah
wanita muslim namun ikut berpuasa karena masyarakat disekitarnya sedang
menjalankan perintah agama Islam tersebut.
Sampai akhirnya Lim memutuskan untuk menjadi
seorang mualaf. Keputusan ini didukung penuh oleh ibunya. Bahkan sang ibu
selalu membangunkan anaknya sahur dan menyiapkan makanan meski ia sendiri bukan
muslim dan tidak berpuasa.
“Ibu mendukung keputusan saya dan pengertian.
Dia bahkan selalu membangunkan sahur dan menyiapkan makanan,” ungkap Lim
dikutip dari News Straits Times.
Kisah 16
Banyak cerita unik tentang orang yang
mendapat hidayah Tuhan untuk masuk Islam. Salah seperti yang dialami Sven Mann,
warga Jerman yang menganut Islam setelah dirinya mendengar seorang bocah
membaca Alquran.
Setelah menjadi mualaf, Sven kemudian mengganti
namanya menjadi Sayed. Sven yang sebelumnya tidak memiliki agama, menjadi
muslim setelah dia tinggal lama di lingkungan yang didominasi imigran beragama
Islam.
Sayed mulai memeluk Islam tatkala dirinya
mendengar seorang bocah laki-laki membaca Alquran. Meski dirinya tidak mengerti
apa yang dibaca sang bocah maupun artinya, saat itu Sayed mengaku hatinya
tenang saat mendengar lantunan kitab suci umat Islam tersebut.
"Pertama kali saat saya datang ke masjid,
saya mendengar anak kecil membaca Alquran. saat itu saya tidak mengerti bahasa
arab, saya tidak mengerti apa yang dia baca, tidak ada. tapi hati saya
sepenuhnya mengerti," ujar Sayed.
Sayed yang juga seorang anggota gangster mengaku
menangis saat bocah tersebut melantunkan Alquran. Dia dan temannya pun tidak
tahu kenapa dirinya menangis.
"Itu pengalaman yang menakjubkan, saya dan
anggota gangster lainnya mendadak menangis dan tidak tahu kenapa,"
ujarnya.
Kisah 17
Jon Dean menjadi seorang muslim setelah mempelajari
kehidupan muslim di Arab Saudi, di mana dia bekerja sebagai seorang ahli di
industri kesehatan dan nutrisi.Perjalanan Dean menjadi mualaf diawali saat dia pindah ke Riyadh,
Arab Saudi untuk bekerja sekitar 2008-2009. Dean tidak tahu apa-apa tentang Islam sebelumnya, terlepas dari faktabahwa ia
telah melihat berita-berita miring tentang Islam di TV.Dia melihat bahwa Arab
Saudi dan negara-negara Timur Tengah tercabik-cabik oleh perang. Orang di sana
suka meledakkan diri mereka di sana-sini. Sehingga dia beranggapan bahwa Islam
sangat kaku. Sedikit saja keluar dari jalur maka akan berada dalam penjara,
dicambuk bahkan tangan dipotong.Jadi hal pertama yang Dean lakukan adalah
memahami Islam secara benar untuk memastikan dia tidak berakhir di penjara. Dia
mulai membaca sedikit tentang Islam.
Saat menginjakkan kakinya di Arab Saudi, Dean melihat
pakaian perempuannya benar-benar tertutup. Sementara semua laki-laki mengenakan
pakaian tradisional mereka. Dean mendapatkan Saudi bukan negara yang murah senyum.
Orang-orang tidak banyak tersenyum saat berpapasan di jalan.Namun Dean
memperhatikan satu hal, semakin banyak dia berbicara kepada mereka, semakin
ramah mereka. Dean pun berpikir, sebelum datang ke sini, dia sempat mengira
orang-orang ini sangat kaku, tapi ternyata itu tidak terbukti.Dean juga tidak
perlu khawatir berjalan sendirian pada malam hari meski melewati segerombolan
anak muda yang sedang nongkrong di depan mal. Dan yang paling mengherankan
Dean, di sini tidak ada kekerasan atau peperangan yang sering didengarnya di
berita-berita.Hal itu menuntun Dean ke dalam satu kesimpulan, mungkin agama
mereka tidak mengajarkan kekerasan. Dia berpikir apa yang sudah dilihatnya ini
ternyata tidak seperti yang digambarkan di TV di negaranya selama ini.Untuk meyakinkan
apa yang dialami itu, Dean mulai banyak bertanya tentang agama orang-orang
tersebut, yakni Islam kepada rekannya. Setiap kali bertanya 'bagaimana bisa
Anda menjalani hidup seperti tidak boleh melakukan ini dan itu?', teman Dean
selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Mereka selalu memulai dengan
berbicara tentang keteladanan Nabi Muhammad.Dean pun berpikir, 'wow, orang ini
pasti hebat'. Jadi, dia mulai membaca lebih banyak tentang Nabi Muhammad dan
Islam. Dean akhirnya mendapat banyak informasi yang benar Islam. Sebagai
seorang peneliti, Dean sangat tertarik mempelajari Alquran dan hadis. Dia
sangat terkejut karena mendapatkan banyak bukti ilmiah yang secara gamblang
diungkapkan dalam kitab suci agama Islam tersebut.Dean mendapati Alquran begitu
sederhana bahasanya sehingga mudah dipahami. Ayat-ayatnya sangat mudah untuk
diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Ini sangat mengejutkannya.
Sangat bertolak belakang dengan asumsinya bahwa Alquran sangat kaku dalam
mengatur kehidupan umat muslim. Dean mendapat penjelasan dari seorang rekannya
yang lain bahwa agama Islam juga berfungsi seperti panduan hidup.
Yang paling menyenangkan dalam Islam, menurut Dean,
adalah perintah agama tersebut untuk membuktikan semua ayat-ayat Alquran jika
mampu. Agama Islam juga menyarankan untuk terus belajar kepada pemeluknya.Dean
bersyukur bisa bertemu orang-orang yang mampu membuka matanya bahwa yang
dipercayainya selama ini tentang Islam ternyata salah. Dan ketika dia mulai
mempelajarinya, agama tersebut ternyata mudah dipahami dan masuk akal.
Setelah menyadari hal tersebut, Dean mengungkapkan
keinginannya untuk menjadi mualaf. Ditemani dua rekannya, Dean mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Kisah 18
Clare adalah seorang mualaf dari
Reading, Inggris. Ia mempelajari Islam selama 3 tahun dan memutuskan untuk
menjadi mualaf pada 2002 saat usianya masih 19 tahun.Semasa kanak-kanak, Clare
sudah mengenal muslim melalui teman-temannya. Saat itu, ia sering diundang
untuk buka puasa.Namun saat menginjak remaja, Clare mulai mempertanyakan
tentang Islam. Seperti mengapa ibu temannya memakai kerudung atau mengapa harus
puasa dan tidak minum alkohol.Selama ini Clare tidak memakan mentah-mentah
penjelasan mereka karena selalu dihubungkan dengan keyakinan.
Namun salah satu pecakapan yang
menyentuh Clare adalah saat teman-temannya menjelaskan Tuhan hanya satu yaitu
Allah. Clare semakin terperangah saat mendengar bahwa Islam juga percaya
nabi-nabi seperti Adam, Nuh, Musa, Yusuf, Ibrahim dan lainnya.Clare memutuskan
untuk menemukan sumber untuk mencari tahu keyakinan yang asing baginya itu. Dia
kemudian meminjam Alquran terjemahan Bahasa Inggris dan selama liburan musim
panas, dia membacanya.Clare benar-benar terkejut karena dalam beberapa hal ada
kemiripan dengan keyakinannya. Clare tidak berpikir untuk berubah keyakinan
atau agama. Dia hanya tertarik mengapa teman-teman muslimnya mengikuti agama
ini dan memegangnya dengan teguh.Beberapa waktu kemudian, Ramadan telah datang
dan dia bertekad akan puasa satu hari. Clare merasakan puasa satu hari ternyata
sulit.
Tapi berkat dorongan teman-temannya,
Clare berpuasa satu minggu. Puasa adalah pengalaman yang aneh bagi Clare karena
di saat memiliki kemampuan dan sarana untuk makan atau minum, muslim justru
tidak melakukannya.Tapi Clare melihat sisi positif dari puasa yang disebutnya
seperti menetapkan target dan kemudian mencapainya. Dia berpikir itu seperti
aktivitas pengembangan pribadi.Clare pun menghormati dan memahami Islam, dan
dia juga mulai mempercayainya. Tidak hanya dari segi keimanan saja, Clare juga
belajar Islam dari sisi politik, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Meski tidak
berat seperti mata kuliah di universitas, hal itu memperdalam pengetahuan Clare
tentang Islam.Saat liburan, Clare menjadi sedih ketika terjadi serangan teroris
11 September di menara kembar WTC di New York. Dia terkejut saat berita-berita
menyebutkan pelaku serangan adalah teroris yang mengatasnamakan Islam.
Clare bahkan sempat berdebat dengan
kakaknya bahwa pelaku bukan muslim. Karena Clare pernah membaca dalam Alquran
bahwa membunuh satu kehidupan seolah-olah telah membunuh semua umat manusia dan
sebaliknya.Dia merasa benar-benar terluka tentang berita-berita yang
dikabarkan. Dia pergi ke kamar dan berlutut seraya berkata dalam bahasa Arab
'Saya percaya hanya ada satu Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan
terakhir-Nya'. Clare percaya Islam tapi dia belum tahu dan yakin dia bisa
menjalankan gaya hidup muslim.
Namun Clare mulai berhenti mengkonsumi
alkohol dan daging babi. Namun dia masih ragu untuk mengenakan hijab.Saat
memberi tahu keluarganya bahwa dia kini mengadopsi gaya hidup muslim,
keluarganya tidak bisa menerimanya. Namun itu tidak terlalu lama dan tidak
menjadi hal yang dibesar-besarkan.
Setelah mantap bahwa keluarganya mulai
bisa menerimanya, Clare memutuskan pergi ke masjid di kotanya untuk benar-benar
menjadi seorang muslim.
Dia akhirnya mengucapkan kalimat
syahadat yang sudah dilakukannya 10 bulan sebelumnya. Sejak mengucapkan
syahadat di masjid itu, Clare memutuskan untuk memakai hijab.
Sejak saat itu, Clare terus-menerus
belajar hal-hal baru. Dia juga bersyukur telah diberkati bantuan teman-teman
dan sekarang dukungan dari keluarganya. Clare telah berkembang dan tumbuh
sebagai seorang muslim yang sebenarnya
Kisah 19
Ihwal ketertarikan
saya pada agama Islam berawal dari rasa kekecewaan kepada ajaran-ajaran Kristen
dan isi Alkitab yang hanya berisikan slogan-slogan. Bahkan, menurut saya,
apabila para pendetamenyampaikan
khotbah diatas mimbar, mereka lebih terkesan seperti seorang penjual obat
murahan. Ibarat kata pepatah, tong kosong nyaring bunyinya.
Sekalipun saya sudah
menekuni pasal demi pasal, ayat demi ayat dalam Alkitab, tetapi tetap saja saya
sulit memahami maksud yang terkandung mengenai isi Alkitab. Misalnya, tertulis
pada Markus 15:34, Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring:
“Eloi, Eloi, lama sabakhtani?”, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?
Lalu, siapakah Yesus
Kristus sesungguhnya? Bukankah ia adalah paribadi (zat) Allah SWT yang menjelma
sebagai manusia? Lalu, mengapa ia (Yesus) berseru dengan suara nyaring dan
mengatakan, Eli, Eli,..lama sabakhtani? (Tuhanku,..Tuhanku,.. mengapa Engkau tinggalkan
aku?)
Akhirnya saya yakin
bahwa Yesus Kristus bukanlah Tuhan. Walaupun sebelumnya iman kepada Yesus
Kristus sangat berarti dalam kehidupan saya. Apalagi, ketika itu didukung
dengan ayat-ayat dalam Alkitab, seperti tertulis,Dan keselamatan tidak ada di
dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus Kristus). Sebab dibawah kolong
langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita
diselamatkan. Kisah Para Rasul 4:12
Kemudian dilanjutkan
lagi dengan Yohanes 14:6, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada
seorangpun yang datang kepada Bapak, kalau tidak melalui Aku (Yesus).
Setelah membaca ayat
ini, kemudian saya mencoba membanding-bandingkan dengan satu ayat yang tertulis
dalam QS. 3:19, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) pada sisi Allah SWT ialah
Islam.”
Entah mengapa, saya
merasakan pikiran saya berubah, mungkin ini suatu keajaiban yang luar biasa
terjadi dalam diri saya, karena selesai membaca ayat al-Quran tersebut, saya
mulai merasa yakin bahwa ayat yang tertulis dalam QS. 3:19 itu bukanlah ayat
rekayasa dari Nabi Muhammad, tetapi ayat tersebut sesungguhnya adalah firman
Allah SWT yang hidup dan kehadiran agama Islam langsung mendapat ridha dari
Allah SWT SWT.
Betapa sulitnya
seorang Kristen seperti saya bisa memeluk agama Islam, tetapi saya yakin dengan
keputusan untuk masuk agama Islam, karena saya berkesimpulan apabila seorang
beragama Kristen kemudian memilih agama Islam, selain karena mendapat hidayah,
ia juga termasuk umat pilihan Allah SWT SWT. Alhamdulillah, singkat cerita pada
tanggal 22 Desember 1973, disebuah pulau terpencil bernama Pulau Moti di
wilayah Makian, Maluku Utara dengan disaksikan warga muslim setempat, saya
mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat. Tanpa terasa air mata kemenangan
berlinang, sehingga suasana menjadi hening sejenak, keharuan amat terasa saat
peristiwa bersejarah dalam hidup saya itu berlangsung. Usai mengucap dua
kalimat syahadat, nama saya segera saya ganti menjadi Chadidjah Mitaart
Zachawerus.
Keputusan saya untuk
memilih Islam harus saya bayar dengan terusirnya saya dari lingkungan rumah,
pengusiran ini tidak menggoyahkan iman dan Islam saya, karena saya yakin akan
kasih sayang Allah SWT, senantiasa tetap memelihara saya dalam lindungan-Nya.
”Jika Allah SWT
menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah SWT
tidak menolong kamu, maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu selain
dari Allah SWT sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah SWT saja
orang-orang mukmin berserah diri”. QS. 3:160
Alhamdulillah, pada
bulan Juni 1996, saya bersama suami, Sulaiman Zachawerus, menunaikan rukun
Islam kelima, pergi haji ke Baitullah.
Kisah 20
Orang tua yang
mempunyai rambut putih ini selama hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera
di seantero dunia serta bikin film dokumenter mengenai keindahan alam dasar
laut untuk dilihat oleh semua dunia.
Pada sebuah hari saat
tengah lakukan eksplorasi dibawah laut, mendadak Captain Jacques Yves Costeau
menjumpai beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang amat enak terasa lantaran
tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang asin di sekitarnya,
seakan-akan ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu
bikin bingung Mr. Costeau serta mendorongnya untuk mencari tahu penyebabnya terpisahnya
air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai memikirkan, bebrapa
janganlah itu cuma halusinansi atau khalayan pada saat menyelam. Saat juga
selalu berlalu sesudah peristiwa itu, tetapi ia tidak kunjung mendapat jawaban
yang memuaskan mengenai fenomena ganjil itu.
Hingga pada sebuah
hari ia berjumpa dengan seseorang profesor muslim, lantas ia juga bercerita
fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran mengenai
berjumpanya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang kerap diidentikkan
dengan Terusan Suez. Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan,
bainahumaa barzakhun laayabghiyaa. ” Artinya : “Dia membiarkan dua lautan
mengalir yang keduanya lantas berjumpa, pada keduanya ada batas yang tidak
dilampaui masing-masing. ” Lantas dibacakan surat Al Furqan ayat 53 diatas.
Tidak hanya itu,
dalam beberapa kitab tafsir, ayat mengenai berjumpanya dua lautan namun tidak
bercampur airnya disimpulkan sebagai tempat muara sungai, dimana terjadi
pertemuan pada air tawar dari sungai serta air asin dari laut. Tetapi tafsir
itu tidak menerangkan ayat selanjutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang
berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” Artinya “Dari keduanya keluar
mutiara serta marjan. ” Walau sebenarnya di muara sungai tidak diketemukan
mutiara.
Terpesonalah Mr.
Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya lihat
keajaiban panorama yang pernah diliatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini
tidak mungkin disusun oleh Muhammad yang hidup di era ke tujuh, sebuah jaman
ketika belum ada perlengkapan selam yang mutakhir untuk meraih tempat yang jauh
terpencil di kedalaman samudera.
Betul-betul sebuah
mukjizat, berita mengenai fenomena ganjil 14 era yang silam pada akhirnya dapat
dibuktikan pada era 20. Mr. Costeau juga berkata kalau Al Qur’an memanglah
sebenarnya kitab suci yang diisi firman Allah, yang semua kandungannya mutlak
benar. Dengan saat itu juga dia juga memeluk Islam.
Subhanallah… Mr.
Costeau memperoleh hidayah lewat fenomena tehnologi kelautan. Maha Benar Allah
yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim. Rasulullah s. a. w. bersabda :
“Sesungguhnya hati
manusia bakal berkarat seperti besi yang dikaratkan oleh air. ” Apabila
seseorang ajukan pertanyaan, “Apakah langkahnya untuk jadikan hati-hati ini
bersih kembali? ” Rasulullah s. a. w. bersabda, “Selalulah ingat mati serta
membaca Al Quran.”
Good
ReplyDelete